MANADO, MSN
Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian dan Perlindungan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) akhirnya ditetapkan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut menetapkan ranperda tersebut menjadi perda.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) penggodokan Ranperda tersebut, Julius Jems Tuuk menyampaikan laporan terkait dengan proses pembahasan ranperda tersebut. Disampaikannya, dasar dilaksanakannya pembahasan terkait dengan ranperda kebudayaan mencakup Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, UUD Nomor 5 Tahun 2017 tentang Kemajuan Kebudayaan, Republik Indonesia tahun 2017 Nomor 104, lembaran negara Republik Indonesia nomor 6055, UUD Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah Daerah, UUD Nomor 5 tahun 2022 tentang Provinsi Sulut.
Wakil rakyat daerah pemilihan Bolaang Mongondow Raya (Bolmong Raya) ini pula mengisahkan kejadian awal didorongnya perda tersebut. Pada tahun 2015 sekitar bulan Juni mereka menghadap Gubernur Sulut. Bersama dengan almarhum anggota dewan Fanny Legoh dan beberapa lainnya, Jems Tuuk turut diajak. “Dalam pertemuan tersebut, maka adanya perintah secara lisan untuk membentuk perda kebudayaan,” ujar Tuuk, Selasa (20/8/2024) di Ruang rapat Paripurna DPRD Sulut.
Tuuk pun menjelaskan, perda tersebut memiliki 24 bab dan 53 Pasal. Hal yang menyolok dari perda ini adalah sanksi 6 bulan pidana atau denda Rp50 juta rupiah bagi pejabat yang tidak melaksanakan amanat dari perda ini. “Sehingga, diharapkan dari pemerintah provinsi Sulawesi Utara, di 15 kabupaten kota dapat melaksanakan amanat perda ini dengan baik dan benar,” tegas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Lanjutnya lagi, adapun amanat dari perda ini, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan SMA dapat berbahasa daerah dalam 10 tahun yang akan datang.
“Kemudian di dalam 1 Minggu, ada satu hari dimana seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), sekolah-sekolah kemudian BUMN, BUMD karyawannya dan swasta dapat menggunakan atribut kebudayaan,” ucapnya. (aoat)