MANADO, MSN
Tensi rapat dengar pendapat (RDP) lanjutan terkait reklamasi Pantai Kelurahan Bitung Karangria, bagian Manado Utara, Selasa (9/7/2024), sempat tinggi. Agenda yang digelar di ruang serba guna kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut) tersebut, diwarnai aksi “walkout” warga yang menolak reklamasi. Roda proses pembahasan itu pun menemui jalan buntu.
Awalnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut), Julius Jems Tuuk yang memimpin rapat mediasi itu, memberikan kesempatan kepada beberapa perwakilan masyarakat yang tidak setuju adanya reklamasi tersebut untuk menyampaikan pendapat. Anggota Komisi I DPRD Sulut, Hilman Idrus juga menyampaikan masukkan, agar pimpinan rapat dapat memberi kesempatan kepada masyarakat yang hadir untuk mengulangi lagi apa yang akan mereka sampaikan supaya ada informasi terupdate informasi. “Kami di sini adalah perwakilan juga. Maka kurang elok kalau kita membatasi,” ujar Hilman seraya memesankan bahwa ranah DPRD tidak ada dalam kepentingan hukum namun hanya memediasi masalah.
Dari pihak masyarakat, Pieter Sasundame yang juga mewakili para nelayan menyampaikan, pihaknya mengoreksi punggunaan kalimat masyarakat yang menolak. Nantinya itu akan dikaitkan bahwa ada masyarakat menolak dan ada yang mendukung. Dengan demikian pihaknya lebih baik menggunakan sebutan, mempertahankan hak terhadap pantai dan alam yang diberikan Tuhan. Dia meminta agar dalam masalah ini tidak membuat dikotomi di antara masyarakat bahwa ada yang menolak dan mendukung. Ini berarti masyarakat sedang diadu domba. “Itu adu domba. Jadi kami menggunakan kalimat mempertahankan hak hidup bukan menolak. Kami mempertahankan hak hidup akses ke laut. Jangan coba-coba ada opini bahwa ada (masyarakat, red) yang mendukung,” tegas Pieter.
Panasnya RDP terjadi ketika salah satu dari pihak masyarakat yang tidak setuju reklamasi yakni Fery Sigar, keluar dari ruangan. Hal itu karena dia menuntut dokumen yang salah satunya terkait Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dari perusahaan namun tak ada di meja rapat. Padahal menurutnya, sudah dimintakan Anggota DPRD Sulut, Amir Liputo saat pembahasan sebelumnya. Tak berselang lama, setelah menyampaikan beberapa pertanyaan dan pendapat, Pieter Sasundame yang mengoordinir perwakilan masyarakat di ruangan tersebut, pada akhirnya keluar ruangan dan diikuti seluruh masyarakat yang kontra reklamasi.
Meski begitu, pembahasan masih berlanjut antara Anggota DPRD Sulut dengan PT MUP. Julius Jems Tuuk memberikan pendapatnya secara pribadi terkait dengan masalah reklamasi ke PT MUP. Dirinya masih merasa janggal dengan apa yang dilakukan pihak perusahaan. “Seperti yang disampaikan bapak Andrei Angouw (Walikota Manado, red) dimana pantai Karangria itu menjadi milik pemda (pemerintah daerah), kita tidak pernah tahu sampai hari ini berapa hektar yang tidak direklamasi. Saya sebetulnya menghendaki penjelasan dari tim AMDAL, terkait dengan kekhawatiran dari teman-teman yang menolak. Tetapi sebagian besar yang disampaikan oleh teman-teman yang menolak itu bukan ranah DPRD bukan ranah bapak sebagai investor. Seharusnya pemerintah yang mengeluarkan izin ini, diuji,” ucap Tuuk.
Terkait masyarakat yang keluar dari ruangan rapat, Tuuk membicarakan dengan pimpinan karena pihak yang menolak reklamasi, meninggalkan ruangan rapat sebelum PT MUP berpendapat dan lembaga DPRD berpendapat. “Mereka yang melapor ke lembaga DPRD disambut DPRD. Ketika disambut dituduh yang nyanda-nyanda. Pesan dari pimpinan persoalan ini harus diselesaikan secara menang-menang bukan menang kalah,” ujarnya.
Lanjut Tuuk, terkait dokumen, lembaga DPRD tidak akan menyerahkan kepada aliansi atau siapapun. Dokumen ini konsumsi DPRD bukan setiap orang yang datang dia meminta dokumen. “Jawaban apakah AMDAL sudah diberikan, AMDAL belum diberikan. Saya juga mau tanya itu. Kenapa di DPRD belum juga diberikan. Tapi kalau dokumen itu datang tidak akan lolos kepada siapa pun, kalau mau minta, minta ke PT MUP bukan DPRD,” terang Tuuk seraya mempersilahkan pihak PT MUP untuk menjelaskan berbagai pertanyaan yang disampaikan tadi.
Direktur PT MUP, Martinus Salim menjelaskan, terkait dengan AMDAL, dirinya merasa ada baiknya DPRD meminta dokumen kepada pemberi izin AMDAL karena ini memang ini sesuai tugas DPRD dalam mengawasi tugas pemerintahan. “Walaupun kelompok yang menyatakan diri menolak sudah keluar ruangan, tapi kami akan tetap mendengarkan mereka dan masukkan-masukkan dari anggota DPRD. Tidak menutup kemungkinan ada penyesuaian-penyesuaian design dari apa yang sudah dirancang sebelumnya,” jelas Salim.
Ia menyampaikan, ada sedikit salah penyampaian yang lalu mengenai kajian banjir. Sesuai penjelasan pada rapat 2 Juli lalu, itu adalah analisa curah hujan dan banjir periode 100 tahunan. “Jadi bukan saya menjamin tidak ada banjir 100 tahun tapi saya berusaha menghitung. Sesuai dengan ahli yang kompeten. Kemudian mengenai penyesuaian perizinan lainnya, yang kami dapatkan baru sampai izin reklamasi,” tuturnya.
Amos Yan Kenda dari pihak PT MUP mengungkapkan, soal dokumen AMDAL, kalau hadir pada minggu yang lalu, sebenarnya semua dokumen dibawa. Hanya saja menurutnya, ada yang hadir saat pembahasan, tidak hadir pada pembahasan minggu lalu. “Yang berbicaa tadi pak Fery Sigar dan pak Pieter tidak hadir minggu yang lalu sehingga mereka tidak lihat bahwa kami membawa dokumen. Sehingga ketika mereka melihat kami tidak membawa dokumen dipikir tidak berjalan dengan baik,” jelasnya. (aoat)