MANADO, MSN
Organisasi masyarakat PROJO Sulawesi Utara (Sulut) menuduh PDI Perjuangan (PDIP) melakukan pembohongan publik terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku pada Januari 2025.
Ketua DPD Projo Sulut, Vebry Tri Haryadi, menyatakan bahwa PDIP tidak hanya mencuci tangan dengan melemparkan tanggung jawab kepada Presiden Prabowo Subianto, tetapi juga berperan aktif dalam mendorong pemberlakuan tarif tersebut.
Vebry menjelaskan bahwa RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur kenaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen telah disetujui oleh DPR pada 29 Oktober 2021 dan mulai berlaku pada 2022. Menurutnya, PDIP sebagai partai dengan suara terbesar di DPR saat itu, turut mendorong pengesahan undang-undang tersebut. Namun, kini PDIP seolah-olah mencuci tangan dan menyalahkan Presiden Prabowo atas kenaikan tarif ini.
Vebry menekankan bahwa masyarakat harus mengetahui adanya tindakan pembohongan publik oleh PDIP yang menyudutkan Presiden Prabowo. PROJO mendukung penuh kebijakan pemerintahan Prabowo, yang hanya menerapkan tarif PPN 12 persen untuk barang mewah, sebagai upaya untuk tidak membebani rakyat.
Lebih lanjut, Vebry menyatakan bahwa jika PDIP tidak setuju dengan kenaikan PPN, seharusnya mereka menggunakan mekanisme perubahan undang-undang di DPR. Sebagai fraksi terbesar di parlemen, PDIP harus bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil dan tidak mencuci tangan atau membohongi masyarakat.
“PROJO berpendapat jika sekarang tidak setuju dengan kenaikan PPN, seharusnya PDIP melakukan mekanisme perubahan undang-undang di DPR. Toh, PDIP adalah fraksi terbesar di parlemen. Sebaiknya PDIP jangan seperti lempar batu sembunyi tangan, harus bertanggungjawab dengan keputusan yang sudah diambil. PDI P jangan cuci tangan. Jangan bohongi masyarakat,” kata Vebry. (sd/*)